Surabaya – Melihat fenomena para generasi alpha yang dititipkan dan diasuh oleh Kakek dan neneknya di rumah, Ust. Imam Sapari, S.H.I., M.Pd.I., Kepala SMP Muhammadiyah 7 Surabaya, menekankan pentingnya peran kakek dan nenek dalam mendampingi Generasi Alpha dengan bijak. Hal ini disampaikannya dalam sebuah kajian di Masjid Masjidillah yang dihadiri oleh puluhan jamaah ibu-ibu. Ust. Imam Sapari, yang juga Ketua Majelis Tabligh PDM Surabaya, mengutip sebuah pepatah bahwa “Janganlah kalian mendidik anak-anak kalian dengan akhlak (perilaku) kalian, karena sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman yang bukan zaman kalian”. Menurutnya, mendidik anak harus sesuai dengan kebutuhan dan konteks zaman.
Dalam kajiannya, Ust. Imam Sapari memaparkan beberapa dampak buruk dari pola asuh yang kurang tepat dari kakek-nenek. Beliau menjelaskan bahwa pola asuh yang terlalu permisif dapat membuat cucu mudah marah, tantrum, egois, dan sulit berempati5. Selain itu, rasa tidak tega yang berlebihan, seperti menyuapi, membereskan mainan, atau mengerjakan PR cucu, bisa membuat mereka terlambat mandiri dan memiliki minat belajar yang rendah. Perbedaan pandangan antara orang tua dan kakek-nenek, misalnya tentang penggunaan HP atau mainan, juga dapat memicu konflik dan ketidakharmonisan keluarga.
Lebih lanjut, Ust. Imam Sapari mengidentifikasi beberapa perilaku dan perkataan yang harus dihindari oleh kakek dan nenek. Perilaku tersebut antara lain:
a. Kakek atau nenek menentang aturan orang tuanya cucu (Bangkang), hal ini dapat melemahkan otoritas orang tua, membuat cucu bingung, dan menghambat pembentukan karakter yang bertanggung jawab.
b. Kakek dan Nenek sering mengkritik orang tuanya cucu di depan cucu, hal ini bisa merusak hubungan keluarga, menyebabkan perpecahan, dan membuat anak kehilangan rasa hormat terhadap orang tuanya.
c. Kakek dan Nenek sering mengungkit-ungkit jasa dan pengorbanan terhadap orang tuanya cucu, hal ini akan menciptakan rasa berhutang dan menghilangkan ketulusan serta kasih sayang.
d. Kakek dan Nenek membandingkan cucu dengan saudara atau anak lain, hal ini dapat menurunkan kepercayaan diri anak dan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
e. Kakek dan Nenek sering mengancam atau menakut-nakuti cucu, sehingga hal ini dapat menimbulkan kecemasan berlebihan dan tidak membentuk kesadaran moral yang kuat pada cucu.
f. Kakek dan Nenek sering menceritakan aib orang tua nya cucu, hal ini bisa merusak otoritas orang tua, memicu konflik antargenerasi, mengajarkan perilaku gosip, dan menimbulkan rasa malu pada anak.
Untuk menjadi kakek-nenek yang hebat, Ust. Imam Sapari memberikan beberapa tips. Beliau menyarankan terlebih dahulu supaya kakek dan nenek memahami dunia Generasi Alpha, menanamkan nilai kebijaksanaan, dan berbagi kisah untuk menanamkan iman. Selain itu, kakek-nenek harus menjadi panutan yang menyenangkan, membangun komunikasi terbuka, dan menjadi “penjaga gerbang digital” dengan mengatur waktu dan menemani cucu saat menggunakan perangkat digital. Sikap terbuka untuk belajar bersama dari cucu juga penting untuk menciptakan keseimbangan antara dunia digital dan manual.
Menutup kajiannya, Ust. Imam Sapari menayangkan beberapa quotes untuk para jamaah yang hadir. Ia membacakan quotes tersebut bahwa “kehebatan itu mengalir dalam darah dan didikan, dari generasi ke generasi”. Jika seseorang melihat cucu yang berani, itu adalah hasil didikan orang tua yang kuat. Dan jika melihat orang tua yang kuat, itu adalah jejak langkah kakek nenek yang hebat. Setiap generasi adalah fondasi bagi generasi berikutnya, yang membangun menara kehebatan yang tak pernah runtuh.
Ngaji bareng Kakek Nenek, Gus Imsap memberikan tips cara mendidik generasi alpha dengan bijak
