Home / Berita / Dari Batik, kebaya hingga “Tikus Makan Uang Rakyat”: Kirab Kemerdekaan di SMP Muhammadiyah 7 Surabaya

Dari Batik, kebaya hingga “Tikus Makan Uang Rakyat”: Kirab Kemerdekaan di SMP Muhammadiyah 7 Surabaya

Suasana meriah bercampur refleksi mewarnai Kirab Kemerdekaan SMP Muhammadiyah 7 Surabaya.

Tak sekadar parade, kirab tahun ini memamerkan ide-ide berani dari tiap kelas, mulai dari mengangkat kearifan budaya, semangat perjuangan, hingga kritik sosial yang tajam.

Setiap kelas di Sekolahnya Para Pemimpin, julukan sekolah ini, menampilkan tema yang unik, yaitu:

  • 7 Al-Amanah: Kearifan Lokal Batik Nusantara
  • 7 Ash-Shiddiq: Santri dan Ulama
  • 7 At-Taqwa: Simbolis Kemerdekaan
  • 8 Al-Fathonah: Papua Belum Merdeka
  • 8 Asy-Syiddah: Indonesia Bersatu, Garuda di Dadaku
  • 8 Al-Hikmah: Merdeka? Satu Tikus Menenggelamkan Bahtera
  • 9 Ash-Shobur: Warga Desa
  • 9 Ash-Sholeh: Kejamnya Penjajahan Jepang
  • 9 At-Tabligh: Origin Tribes

3 Tema Besar

Dari deretan judul tersebut, visual yang ditampilkan terbagi menjadi tiga tema besar: Budaya, Perjuangan, dan Kritik Sosial.

Tema Budaya terwakili oleh 7 Al-Amanah yang tampil dengan batik, serta 9 Ash-Shobur yang berlenggak-lenggok dalam kebaya dan jarik.

Tema Perjuangan tergambar lewat 9 Ash-Sholeh dan 8 Asy-Syiddah yang tampil dengan baju putih berbercak darah, baju veteran, hingga seragam tentara Jepang. 7 Ash-Shiddiq pun menonjol dengan properti dan kostum ala para ulama.

Namun, perhatian publik tersedot pada tema kritik sosial yang berani.

8 Al-Fathonah tampil dengan busana dan properti rakyat Papua. “Tema ini adalah kesepakatan kelas. Meski Indonesia 80 tahun merdeka, kami rasa Papua belum merdeka sepenuhnya. Harga bahan pokok tak masuk akal, pembantaian oleh OPM, dan pemerintah jarang hadir, membuat Papua seperti terabaikan” ungkap wali kelas 8 Al-Fathonah, Sri Rahayu.

Di sisi lain, 9 At-Tabligh mengangkat isu terpinggirkannya beberapa suku. Siswa mengenakan kostum suku pedalaman, membawa hasil bumi lokal, dan berbicara dengan bahasa yang tak dipahami umum.

“Kami ingin menyuarakan bahwa mereka punya kekayaan alam, tapi sering diabaikan” jelas wali kelas 9 At-Tabligh, Ulul Albab.

Tidak ketinggalan, kelas 8 Al-Hikmah turut memprovokasi pemikiran lewat simbol tikus bertopeng bagi-bagi uang, jas penuh uang bertuliskan “Kenyang Makan Uang Rakyat,” hingga pakaian yang melambangkan sempitnya lapangan kerja.

“Ini miniatur Indonesia, dari rakyat jelata hingga pejabat, di tengah ketimpangan sosial” tutur Almas Rizqullah, wali kelas 8 Al-Hikmah.

Kirab ini membuktikan bahwa kemerdekaan bukan hanya dirayakan, tetapi juga dikritisi, bahkan oleh para pelajar.

*) Penulis : Rachell Fattama Az Zahrah Editor Danar Trivasya Fikri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *